Rabu, 13 Maret 2019

SABAR

Oleh al-Faqir,
Daud Abdullah al-Falinbany

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Kata sabar itu berasal dari lafazh al-shobru (الصبر) yang terbentuk dari tashrif istilahi fi'il tsulasi mujarod  shobaro - yashbiru - shobron - shobir - mashbur . . . dst
yang artinya "Menahan"
demikian arti sabar secara lughoh atau secara bahasa.

Secara istilah, sabar diartikan menahan diri dari segala kesulitan.
Adapun hukum sabar itu asalnya adalah wajib, kemudian secara kondisional maka hukumnya bisa berubah menjadi sunah bahkan haram. Sebagaimana diterangkan oleh al-Imam Al-Ghazali rah.a. yang mengatakan sebagai berikut dalam Kitab Ihya 'Ululmuddin, Juz.4, hal.69 :

واعلم أن الصبر أيضاً ينقسم باعتبار حكمه إلى فرض ونفل ومكروه ومحرم فالصبر عن المحظورات فرض وعلى المكاره نفل والصبر على الأذى المحظور محظور كمن تقطع يده أو يد ولده وهو يصبر عليه ساكتا وكمن يقصد حريمه بشهوة محظورة فتهيج غيرته فيصبر عن اظهاره الغيرة ويسكت على ما يجري على أهله فهذا الصبر محرم

Sabar dapat dibagi menjadi beberapa kategori sesuai dengan hukumnya: sabar wajib, sunah, makruh, dan haram.
Sabar dalam menahan diri dari segala sesuatu yang dilarang syariat adalah wajib. Sementara menahan diri dari yang makruh merupakan sabar sunah.
Sedangkan menahan diri dari sesuatu yang dapat membahayakan merupakan terlarang (haram) seperti menahan diri ketika disakiti, misalnya orang yang dipotong tangannya, atau tangan anaknya sementara ia hanya berdiam saja. contoh lainnya, sabar ketika melihat istrinya diganggu orang lain sehingga membangkitkan cemburunya tetapi ia memilih tidak menampakkan rasa cemburunya. Begitu juga orang yang diam saat orang lain mengganggu keluarganya. Semua itu sabar yang diharamkan.

Pembahasan tentang sabar ini banyak sekali dibahas dalam kitab2 ulama muktabar, sehingga kami dapati sampai 60-an kitab yang membahas tentang masalah tersebut.
Pembahasannya beraneka ragam, tetapi di sini kami sampaikan pembahasan sabar yang banyak dibahas dalam kitab2 tersebut, diantaranya dalam Kitab Syarah Shahih al-Bukhari - Ibnu Bathal al-Qurthubi rah.a. pada Juz.9, hal.284 :

عن على بن أبى طالب أن النبى عليه السلام قال : (الصبر ثلاثة: فصبر على المصيبة، وصبر على الطاعة، وصبر على المعصية، فمن صبر على المصيبة حتى يردها بحسن عزائها كتب الله له ثلثمائة درجة مابين الدرجة إلى الدرجة ما بين السماء والأرض، ومن صبر على الطاعة كتب الله له ستمائة درجة مابين الدرجة إلى الدرجة مابين تخوم الأرض السابعة إلى منتهى العرش، ومن صبر على المعصية كتب الله له تسعمائة درجة مابين الدرجة إلى الدرجة مابين تخوم الأرض السابعة إلى منتهى العرش مرتين)

Dari Ali b. Abi Tholib ra., sesungguhnya Nabi saw. bersabda :
Sabar itu ada tiga yaitu sabar dalam musibah, sabar dalam taat, dan sabar dalam menjauhi maksiat.

Barangsiapa bersabar dalam musibah sehingga dikembalikannya dalam keadaan baik atas apa yang menimpa dirinya, maka Allah akan menulis baginya 300 derajat yang tiapderajat jaraknya antara langit dengan bumi.
Dan barangsiapa bersabar dalam melaksanakan taat, maka Allah akan menuliskannya 600 derajat, tiap dua derajat jaraknya antara langit dunia dengan Sidratul Muntaha.
Dan barangsiapa yang bersabar dalam menjauhi maksiat, maka Allah tulis baginya 900 derajat yang jarak dua derajatnya seperti 'Arasy dua kali

Keterangan tersebut juga dimuat dalam kitab2 lain, antara lain :
- Kitab Ihya- 'Ulumuddin, Juz.4, hal.139
- Kitab Kanzul 'Ummal, Juz.3, hal.273, No.6515
- Kitab al-Jami'ush-Shaghir, Juz.1, No.7971

1. Sabar ketika terkena musibah adalah sabar yang paling banyak dibahas dan merupakan dasar dari perintah sabar itu sendiri. Seperti ketika terjadi bencana alam, kematian, sakit, hilangnya harta, dan lain sebagainya.
Solusinya adalah sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 45 :

واستعينوا بالصبر والصلاة  

Carilah pertolongan Allah dengan sabar dan sholat 

Jadi ketika ditimpa musibah, maka tindakan yang pertama adalah bersabar, kemudian sholat, kemudian baru usaha lainnya yang dibenarkan dalam syariat. 

2. Sabar dalam ketaatan adalah kesabaran dalam menyempurnakan setiap perintah Allah. Jangan terburu2 ketika sedang beribadah. Istiqomah dalam amalan juga termasuk di dalam golongan sabar dalam ketaatan. 
Solusinya adalah dengan mengingat janji2 Allah tentang sorga, syafaat, keselamatan, derajat kemuliaan, dan lain sebagainya.

3. Sabar dalam menjauhi maksiat adalah kesabaran atas bujuk rayu syetan yang berusaha menjerumuskan manusia dalam kesesatan. Mereka menawarkan kenikmatan maksiyat tersebut. 
Solusinya adalah dengan mengingat neraka, azab, dosa, kehinaan, dan lain sebagainya. 

Demikian sekilas yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat. 
Wallahu a'lam bish-shawab.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jumat, 08 Maret 2019

JILBAB, NIQAB, CADAR, WAJIBKAH ?

Oleh al-Faqir, Daud Abdullah al-Falinbany


 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمدلله وحده، والصلاة والسلام على رسل الله سيدنا محمد بن عبد الله وعلى أله وصحبه ومن والاه


Ikhwah fillah rahimakumulloh,

Dewasa ini telah terjadi fitnah dikalangan ummat Islam ini oleh "Ghazwul-Fikr" oleh kaum liberalis yang menyusup dalam tubuh ummat Islam dengan gerakan mereka yang disebut dengan Jaringan Islam Liberal (JIL) yang telah banyak mengacaukan ibadah bahkan aqidah ummat Islam di seluruh dunia. Salah satu fitnah (Penyesatan) mereka adalah dengan memberi definisi2 yang salah dalam hal pakaian wanita dalam menutup auratnya.

Maka dalam hal ini penulis akan mencoba mengkaji kembali bagaimana semestinya wanita menutup aurat dalam hukum Islam.

Agar tulisan ini menjadi berurutan maka kita susun pembahaaan ini dari definisi menurut rujukan dalilnya, hukum syari'at menurut ulama' madzhab, dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan 'amaliyah kita.


1. DEFINISI

Dalam mendefinisikan lafazh "Jilbab" , kita mengambil rujukan dari Surah Al Ahzab 59 :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.

Dalam ayat di atas ada disebutkan "Min Jalabibihinna"

Jalabib itu bentuk jamak taksir dari lafazh "Jilbab".

Di sini kunci pertamanya.

Selanjutnya kita buka kitab2 tafsir tentang lafazh "jalabib" di al Ahzab 59 tersebut.

Dalam Kitab Tafsir Ibnu Abbas ra. hal.426,, Kitab Tafsir Ibnu Katsir, Juz.6, hal.425 dan 481,, Kitab Durul Mantsur, Juz.6, hal.659,, dan beberapa kitab lainnya, disebutkan :

قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَمَرَ اللَّهُ نِسَاءَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا خَرَجْنَ مِنْ بُيُوتِهِنَّ فِي حَاجَةٍ أَنْ يُغَطِّينَ وُجُوهَهُنَّ مِنْ فَوْقِ رُؤُوسِهِنَّ بِالْجَلَابِيبِ وَيُبْدِينَ عَيْنًا وَاحِدَةً

Telah berkata Ali bin Qatadah, dari Ibnu Abbas :

"Allah memerintahkan istri-istri mukmin jika keluar rumah karena suatu keperluan agar menutup wajah-wajah mereka dari atas kepala  dengan jilbab dan menampakkan satu mata."

Imam Ath Thabari rah.a. menjelaskan dalam kitab tafsirnya, pada halaman 426 :

ثم اختلف أهل التأويل في صفة الإدناء الذي أمرهن الله به فقال بعضهم: هو أن يغطين وجوههن ورءوسهن فلا يبدين منهن إلا عينا واحدة

Para ulama tafsir khilaf mengenai sifat menjulurkan jilbab yang diperintahkan Allah dalam ayat ini. Sebagian mereka mengatakan: yaitu dengan menutup wajah-wajah mereka dan kepala-kepala mereka, dan tidak ditampakkan apa-apa kecuali hanya satu mata saja.

Silakan buka kitab tafsir mana saja di ayat ini, pasti ada disebutkan pendapat ulama' tentang perintah menutup wajah wanita.

Kemudian kita bahas praktek shahabiyah dalam memakai jilbab, kita mengambil rujukan dari Surah An Nuur 31 :

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan  pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Ibnu Katsir rah.a. menafsirkan ayat ini menukil 2 hadits riwayat Ibnu Abi Hatim rah.a. yaitu

Hadits no.17785, dalam Kitab Tafsir Ibnu Abi Hatim al-Razi, Juz.10, hal.3154 :

أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الطِّهْرَانِيُّ فِيمَا كَتَبَ إلي حَدَّثَنَا عَبْد الرّزّاق أخبرنا مُعَمَّر، عن ابن خثيم، عن صفية بِنْت شَيْبَة، عن أم سَلَمَة قَالَتْ: لمّا نزلت هذه الآية يدنين عليهن من جلابيبهن خرج نساء الأنصار كأن على رؤوسهن الغربان من السكينة وعليهن أكسية سود يلبسنها

Kemudian selanjutnya pada no.17786, pada halaman yang sama :

حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ حَدَّثَنِي اللَّيْثُ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ قَالَ:
وَسَأَلْنَاهُ يَعْنِي الزُّهْرِيَّ هَلْ عَلَى الْوُلَيْدَةِ خِمَارٌ مُتَزَوِّجَةٌ أَوْ غَيْرُ مُتَزَوِّجَةٍ؟ قَالَ: عَلَيْهَا الْخِمَارُ إِنْ كَانَتْ مُتَزَوِّجَةً، وَتُنْهَى عَنِ الْجِلْبَابِ، لِأَنَّهُ يُكْرَهُ لَهُنَّ أَنْ يَتَشَبَّهْنَ بِالْحَرَائِرِ إِلا مُحَصَنَاتٍ: وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يا أيها النَّبِيُّ قُلْ لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءَ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ

Hadits yang semakna juga diriwayatkan dalam Kitab Sunan Abu Dawud, Juz.4, Hal.61 :

 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ ثَوْرٍ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ ابْنِ خُثَيْمٍ، عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، قَالَتْ: " لَمَّا نَزَلَتْ: {يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ}، خَرَجَ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ كَأَنَّ عَلَى رُءُوسِهِنَّ الْغِرْبَانَ مِنَ الأَكْسِيَةِ "

Begitu juga riwayat dalam Kitab Shahih Bukhari, Juz.6, Hal.109, No.4759 :

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ نَافِعٍ، عَنِ الحَسَنِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ: أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَانَتْ تَقُولُ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ: {وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ} [النور: 31] «أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا

Mahfum dari hadits-hadits di atas lebih kurang :

dari Shafiyah binti Syaibah yang mengatakan: “Tatkala kami berada disamping Aisyah yang menyebutkan keutamaan wanita suku Quraisy, lalu Aisyah berkata: Sesungguhnya kaum wanita suku Quraisy itu memiliki satu keutamaan . Dan, aku demi Allah tiada melihat yang lebih utama daripada wanita- wanita Anshar dan yang lebih membenarkan terhadap Kitabullah maupun keimanan terhadap Al- Qur’an. Tatkala diturunkan surat An-Nuur ayat 31, maka para lelaki mereka (kaum Anshar) langsung kembali pulang menuju mereka untuk membacakan apa yang baru saja diturunkan oleh Allah atas mereka , seorang laki-laki membacakan ayat tersebut kepada istrinya, putrinya, saudarinya serta kerabatnya. Tak seorang wanitapun dari mereka melainkan lantas bangkit untuk mengambil kain yang biasa dikenakan lalu digunakan untuk menutupi kepala (menjadikannya kerudung) dalam rangka membenarkan dan mengimani apa yang telah diturunkan Allah dari Kitab-Nya. Lalu pada pagi harinya dibelakang Rasulullah (menunaikan shalat shubuh) mereka mengenakan tutup kepala (kerudung) seakan-akan diatas kepala mereka itu terdapat burung gagak”

Dalam menjelaskan tata cara memakai jilbab tersebut Al Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rah.a. menerangkan dalam kitabnya Fathul Baari, yang merupakan syarah (Penjelasan) dari kitab Shahih Bukhari, yaitu pada Juz.8, hal.490, menjelaskan HR. Bukhari no.4759 yang tersebut di atas :

 قَوْلُهُ: فَاخْتَمَرْنَ، أَيْ غَطَّيْنَ وُجُوهَهُنَّ، وَصِفَةُ ذَلِكَ أَنْ تَضَعَ الْخِمَارَ عَلَى رَأْسِهَا وَتَرْمِيهِ مِنَ الْجَانِبِ الْأَيْمَنِ عَلَى الْعَاتِقِ الْأَيْسَرِ

Perkataan beliau (Imam Bukhari) ber-khimar dengannya, maksudnya adalah mereka menutup wajah-wajah mereka. Caranya yaitu dengan meletakkan khimar tersebut di atas kepala mereka lalu menjulurkan kainnya dari sisi kanan ke pundak yang kiri.


Saya kira sudah mencukupi keterangan-keterangan di atas.

Kemudian selanjutnya dapat kita ambil definisinya :

- Jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh badan kecuali mata/satu mata (Biasanya sebelah kiri).

- Khimar/Niqab/Purdah adalah pakaian luar yang menutupi kepala, wajah, leher, dan dada, yang hanya menampakkan mata saja.

- Cadar adalah kain penutup wajah, pelengkap bagi khimar yang tidak ada cadarnya. Khimar jenis ini biasanya dipakai oleh wanita amah (Budak) dan wanita yang lanjut usia.

Untuk definisi niqab dan cadar ini ada beberapa hadits yang menerangkannya sebagai dalilnya, tetapi dalam kesempatan ini akan terlalu panjang apabila dibahas semuanya.



2. MENUTUP AURAT SELURUH TUBUH KECUALI MATA MENURUT 4 MADZHAB


~ Madzhab Maliki

Madzhab Maliki berpendapat bahwa memakai cadar hukumnya tidak wajib, karena wajah bagi wanita adalah bukan merupakan aurat, namun untuk memakainya adalah sunah atau dianjurkan, dan bisa menjadi hukumnya wajib jika seseorang tidak mamakai cadar jika dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah sampai terjadi tindak yang kurang baik pada wanita tersebut.


~ Madzhab Syafi’i

Imam Syafi’i berpendapat bahwa wanita didepan lelaki ajnabi atau bukan mahram maka seluruh tubuhnya adalah aurat, maka memakai cadar adalah hukumnya wajib jika di depan lelaki ajnabi.


~ Madzhab HambalI

Berpendapat sama seperti Imam Syafi’i yaitu wajib, bahkan kuku dan kaos kakinya juga merupakan aurat bagi seorang wanita jika di depan lelaki ajnabi.


~ Madzhab Hanafi

Menyampaikan bahwa wajah wanita bukan merupakan sebuah aurat jika dilihat oleh siapa saja namun memakai cadar hukumnya sunah karena akan lebih terjaga dari fitnah.


3. PENGAMALAN

Kalau kita bermadzhab pada suatu madzhab maka sebaiknya konsisten dalam bermadzhab, tidak berbuat talfiq (pindah-pindah madzhab) sehingga kita terhindar dari bermudah-mudah dalam beragama.

Maka apabila madzhab kita madzhab Syafi'i, maka wanita kita diwajibkan menutup aurat secara sempurna dengan hanya menampakkan bagian mata saja.

Kecuali pada 3 hal : wanita budak, wanita lanjut usia, dan wanita yang berhaji ketika memakai pakaian ihrom.


Apabila kita belum mampu mengamalkan suatu perintah,, maka memperbanyak istighfar adalah solusinya. Amalkanlah amalan yang kita mampu mengamalkannya, kemudian tanamkan niat yang kuat / azzam serta berdo'a agar Allah mudahkan kita untuk mengamalkan agama dan menyempurnakannya.

Sebagaimana qoidah dalam ushul fiqih :

ما لا يدرك كله لا يترك كله

Jika tidak mampu mengerjakan secara keseluruhan maka tidak boleh meninggalkan semuanya

Semoga bermanfaat

والله اعلم با لصواب

والسلام عليكم ورحمةاللّه وبركاته

Rabu, 23 Januari 2019

NASEHAT ☆ 3

 ۞ اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

“Janganlah engkau berasa bahawa telah banyak amal ketaatanmu, dan janganlah engkau berasa besar diri dan takabbur dengannya, dan janganlah engkau meninggikan diri terhadap saudaramu yang diuji oleh Allah dengan kemaksiatan.

Janganlah engkau memandang rendah dan menghina sebarang perkara baik dan makruf.

Janganlah engkau mengutuk dan menghina saudaramu yang telah melakukan dosa. Janganlah redha terhadap dosa tersebut. Bencilah akan dosa itu, akan tetapi janganlah membenci pelakunya.

Di sana adanya beza antara dosa dan pembuat dosa, dan adanya beza antara ketaatan dan pelaku taat kerana boleh jadi seorang pelaku taat itu tidak mendapat sebarang faedah langsung dari amal / perbuatan taatnya tadi.”
[Syeikh Ali Jum’ah]

Akan kuberikan ilmu yang kumiliki kepada siapapun, asal mereka mau memanfaatkan ilmu yang telah kuberikan itu.
(Imam Syafi’i)

Jangan sampai ayam jantan lebih pandai darimu. Ia berkokok di waktu subuh, sedang kamu tetap lelap dalam tidur.
(Lukman Hakim).

Aku tak suka memakai baju baru, hal itu kulakukan karena aku takut timbul iri hati tetangga-tetanggaku.
(Abu Ayub as-Sakhtayani).

Aku tak sukan memakai mubil baru karna aku takut membuat tetanggaku iri
Ya alloh selamatkan kami dari sikap iri hati tetangga dan teman2ku kepadaku sebab bila mereka iri kepada aku karna prilakuku sendiri maka aku telah dzolim kepadanya sebab saya telah menjadikan dia berbuat dosa iri kepadaku

Andaikata seseorang mau memikirkan kebesaran Allah, maka ia takkan sampai hati untuk melakukan perbuatan perbuatan dosa.
(Bisyir al hafi)

Sifat rendah hati, yaitu taat dalam mengerjakan kebenaran dan menerima kebenaran itu yang datangnya dari siapapun.
(Fudlail bin Iyadl)

Dalam shalatku selama 40 tahun, aku tak pernah lupa mendo’akan guruku yang bernama Imam Syafi’i. Itu kulakukan karena aku memperolah ilmu dari Allah lewat beliau.
(Yahya bin Said al-Qathan).
Maka doakan gurumu yaitu setiap orang mengajar kan kamu agama walaupun satu huruf

Orang yang beramal tanpa didasari ilmu, maka amalnya akan sia-sia belaka, karena tidak diterima oleh Allah. (Al imam Ibnu Ruslan).

FIKIR AKHIRAT

Fikiran merupakan sumber dari ilmu, sedang ilmu itu sendiri merupakan sumber amal. (Imam Wahb bin munabbih).

Maka gunakan fikirmu untuk memikirkan akherat agar kamu menjadi sebab fikirmu
Istimewanya manusia itu karna fikirnya andaikan fikirnya hilang maka dia menjadi gila

Orang yang fikirnya sehat namun tidak ia gunakan untuk memikirkan kehidupan akherat maka dia lebih gila dari orang yang gila

Berfikir sesaat sungguh lebih mengesankan ketimbang mengerjakan shalat sepanjang malam. (Imam Hasan Bashri).

Berfikir akherat itu akan melembutkan hati

Berfikir merupakan cermin untuk melihat apa-apa yang baik dan yang buruk pada dirimu. (Fudhail bin iyad).

 اللهم كما أحسنت خلقي فحسن خلقي

Ketahuilah bahwa satu majelis ilmu bisa menghapus dosa 70 majelis yang tidak ada gunanya. (Atha’bin Yassar).

Maka dari itu saya himbau kepada seluruh saudaraku semua agar jadikan majlis ini majlis ilmu dan nasehat menasehati di antara kita agar selalu ingat alloh dan fikir akherat

Bila fikir akherat hilang dari kita maka kita menjadi lalai sehingga kita merugi

Saudaraku yang di mulyakan alloh.

Apabila kita berfikir tentang hidup, sebenarnya kita berfikir tentang kematian, apabila kita berfikir tentang kematian, sebenarnya kita berfikir tentang alam barzakh, tentang alam akhirat.

 Apabila kita berfikir tentang kesudahan hidup, jawapannya hanyalah dua,  yaitu  saudara akan ke syurga atau ke neraka.

NASEHAT ☆ 2

Barang siapa tidak mencintai karna agama dan tidak membenci karna  agama, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya ia tidak memiliki agama. (Abu Abdilah al- Shdiq).

Hendaklah kamu tetap berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu. (Lukman Hakim).

Jika Allah bersamamu, maka jangan takut kepada siapa saja, akan tetapi jika Allah sudah tidak lagi bersamamu, maka siapa lagi yang bisa diharapkan olehmu? (Hasan al Banna).

Barang siapa tidak peduli terhadap nasib agama, berarti ia tidak punya agama, barang siapa yang semangatnya tidak berkobar-kobar jika agama Islam ditimpa suatu bencana, maka Islam tidak butuh kepada mereka. (Imam al-Ghazali).

Barang siapa tidak meghargai nikmat, maka nikmat itu akan diambil dalam keadaan ia tidak mengetahuinya. (Siriy Assaqathi).

Mengerjakan sesuatu sesuai dengan ketentuan hukum syara’ berarti menuju jalan kebahagiaan baik di dunia lebih-lebih di akhirat. Dan hendaklah kamu merasa takut jika kamu berpisah dengan orang-orang yang ahli di bidang agama.(ahli agama adalah para ulama) (Syaikh Abdul Qadir Jailani).

Manisnya akhirat mustahil diraih oleh orang-orang yang suka terkenal di mata manusia. (Bisyir).

Dengan pengalaman akan bertambah ilmu pengetahuannya, dengan berdzikir menyebabkan bertambah rasa cinta dan dengan berfikir akan menambah rasa taqwa kepada Allah. (Imam Hatim)

NASEHAT ☆ 1

Orang yang mengerti ilmu fikih berarti ia bisa makrifat kepada Allah dengan ilmunya menyebabkan ia kenal kepada-Nya. Bahkan dengan ilmunya ia bisa mengajar orang lain sampai pandai. (Syeikh Izzuddin bin Abdussalam).

Berusahalah kita menjadi hamba alloh yang bermanfaat untuk yang lain baik tingkah laku kita sikap dan ucapan dan perangai kita nabi bersabda
خير اللناس أنفعهم للناس
Sebaik baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain

Jangan berteman yang hanya mau menemanimu ketika kamu sehat atau kaya, karena tipe teman seperti itu sungguh berbahaya sekali bagi kamu dibelakang hari.(Imam Ghozali).

Ikatlah hubungan pertemanan kalian hanya karna alloh

Maka kalian akan selalu mencintai temanmu walaupun teman mu itu selalu menyakiti mu

Akhlaqul karimah adalah selalu berbuat baik kepada yang selalu menyakiti dan ini sangat berat

Jika ada musuh yang bisa mendekatkan kamu kepada Allah, maka hal itu lebih baik dari pada teman akrab yang menjauhkan kamu dari Allah. (Abul Hasan as-Sadzili).

Orang yang bijak tidak akan terpeleset oleh harta, dan meski terpeleset, ia akan tetap mendapatkan pegangan. (Abdullah bin Abbas).
Maka carilah penasehat dalam hidup kalian agar kalian selalu dalam bimbingan

DUNIA SEMENTARA AKHIRAT SELAMA-LAMANYA ☆ 4

Dalam mencapai kebahagiaan dan kesuksesan dunia dan akherat, kita tidak perlu ilmu lain, selain yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi SAW. Ilmu-ilmu selain dari yang diajarkan Nabi SAW, hanya keperluan saja, bukanlah tujuan yang sebenarnya. Orang yang yakin akan bahagia dengan ilmu-ilmu selain yang telah diajarkan Nabi SAW, inilah mereka yang tertipu oleh dunia. Ilmu yang diajarkan Nabi SAW adalah ilmu yang bisa membawa manusia kepada Allah dan Surganya.

Selain Ilmu yang diajarkan Nabi SAW ini bisa menjadi jebakan setan agar manusia cinta dunia dan segala perhiasannya sehingga meninggalkan Allah dan akheratnya. Bagi Allah tanpa Iman dan amal, dunia dan segala isinya tidak ada nilainya, walaupun hanya sebelah sayap nyamuk. Ilmu Dunia yang bernilai disisi Allah adalah yang digunakan untuk kepentingan agama dan Dakwah. Seperti menjadi dokter untuk dakwah dikalangan dokter, menjadi polisi untuk dakwah dikalangan polisi, menjadi pedagang untuk berdakwah dikalangan pedagang, dan lain-lain.

Saat ini manusia mengira mereka dapat menghasilkan sesuatu dengan jerih payah mereka. Mereka kira rizki akan bertambah asbab ilmu dan usaha mereka yang meningkat pula. Mereka menyangka seluruh kebendaan dan status yang mereka miliki adalah hasil dari pengorbanan dan usaha mereka. Seperti Qorun, seorang pedagang yang kaya raya, ketika ditagih untuk bayar zakat dia tidak mau. Musa AS berkata bahwa seluruh kebendaan yang dia miliki semuanya datang dari Allah dan milik Allah. Qorun malah menentangnya dengan berkata, “Ini adalah hasil dari jerih payah saya dan karena kecerdasan saya.” Hari inipun jika kita melihat seseorang bertengkar karena harta maka jawaban seperti inilah yang keluar dari mereka.

Sahabat dahulu tidak meletakkan yakinnya pada asbab-asbab seperti kebendaan, perdagangan, dan status yang mereka miliki. Tetapi sahabat meletakkan yakinnya pada Allah Ta’ala, sebagai Rabbul Asbab bukan pada asbabnya. Allahlah yang memberi keuntungan bukan perdagangan. Hari ini yakin kita telah keliru, kita yakinnya pada toko kita, perdagangan kita, kantor kita, yang memberi kita hidup, tanpa itu bagaimana kita bisa hidup. Sehingga ketika kita diminta untuk berkorban di jalan Allah sulit sekali bagi kita untuk dapat meninggalkannya. Berbeda dengan sahabat, walaupun ketika sedang panen usaha mereka, namun ketika panggilan agama datang mereka langsung tinggalkan semua itu. Ini karena yakin mereka sudah benar. Kita lupa dengan toko yang sama, usaha yang sama, kantor yang sama, perdagangan yang sama, seseorang dapat Allah buat bangkrut dan celaka dunia dan akherat.

Keyakinan sahabat kepada Allah ini telah membuat mereka mampu menafikan segala hal yang mereka miliki. Sehingga keyakinan mereka ini dapat mendatangkan Qudratullah dalam kehidupan mereka. Seperti berjalan diatas air, menghalau lahar api kembali ke lubangnya, memerintahkan sungai nil, menghentikan gempa, mendatangkan hujan, menghidupkan keledai mati, dan menjewer singa, ini semua perkara yang biasa bagi sahabat. Do’a mereka sangat Ijabah sehingga mampu mendatangkan Qudratullah dan Nusratullah, ini karena level Iman dan Amal yang sampai di tingkat yang Allah mau. Bagaimana cara meningkatkan Iman sampai ke level para sahabat. Ini hanya bisa dilakukan jika ada usaha atas Iman dan Amal yaitu dengan menjalankan Usaha Dakwahnya Nabi. Umat turun imannya karena meninggalkan kerja ini. Sahabat korbankan harta, keluarga, dan diri,  seluruhnya untuk usaha ini. Sehingga karena ini Allah berikan kesuksesan pada mereka di dunia dan di akherat. Jika kita berbuat seperti Sahabat maka Allah akan berikan kita kesuksesan yang sama.

Jika kita sudah bisa meninggalkan hal-hal yang kita cintai untuk keluar di jalan Allah, barulah Allah akan berikan kita kesuksesan dan kefahaman agama seperti para sahabat. Setiap orang tidak akan sama tingkat kesuksesan dan kefahamannya karena ini tergantung pada pengorbanan setiap orang. Inilah cara Allah mendistribusikan kebahagiaan dan kesuksesan, tergantung pada Do’a dan pengorbanan kita yang sungguh-sungguh atas agama Allah.

Jangan takut atas perkara Rizki karena semua itu telah Allah atur dan Allah mempunyai caraNya sendiri dalam menyalurkan rizki itu. Tidak ada hubungannya antara rizki dan usaha kita. Seperti kisah 2 orang murid lulus dari universitas dengan gelar dan nilai yang sama. Tetapi setelah lulus yang satu mendapat kerja dengan gaji yang tinggi dan yang satu pengangguran tidak ada penghasilan apa-apa. Jadi semuanya telah diatur Allah, gelar kita tidak dapat menjamin apa-apa selain apa yang Allah telah tetapkan. Inilah bukti bahwa keduniaan yang kita miliki tidak bisa menjamin rizki yang telah ditetapkan oleh Allah. Apakah mereka kedua-duanya bisa bahagia, tentu bisa asal mereka mau taat pada perintah Allah. Jika yang berpenghasilan tinggi dia tidak taat dan yang pengangguran dia bisa taat pada perintah Allah, maka yang berpengangguranlah yang akan bahagia dan Allah berikan kesuksesan dunia dan akherat. Karena tolak ukur kesuksesan dan kebahagiaan ini hanya pada ketaatan terhadap perintah-perintah Allah saja.  Kebahagiaan akan datang kepada mereka yang mau taat pada perintah-perintah Allah, walaupun dia tidak punya gelar dan penghasilan apapun. Dan ini dapat dimulai dari keyakinan di hati terhadap agama.