Jumat, 08 Maret 2019

JILBAB, NIQAB, CADAR, WAJIBKAH ?

Oleh al-Faqir, Daud Abdullah al-Falinbany


 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمدلله وحده، والصلاة والسلام على رسل الله سيدنا محمد بن عبد الله وعلى أله وصحبه ومن والاه


Ikhwah fillah rahimakumulloh,

Dewasa ini telah terjadi fitnah dikalangan ummat Islam ini oleh "Ghazwul-Fikr" oleh kaum liberalis yang menyusup dalam tubuh ummat Islam dengan gerakan mereka yang disebut dengan Jaringan Islam Liberal (JIL) yang telah banyak mengacaukan ibadah bahkan aqidah ummat Islam di seluruh dunia. Salah satu fitnah (Penyesatan) mereka adalah dengan memberi definisi2 yang salah dalam hal pakaian wanita dalam menutup auratnya.

Maka dalam hal ini penulis akan mencoba mengkaji kembali bagaimana semestinya wanita menutup aurat dalam hukum Islam.

Agar tulisan ini menjadi berurutan maka kita susun pembahaaan ini dari definisi menurut rujukan dalilnya, hukum syari'at menurut ulama' madzhab, dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan 'amaliyah kita.


1. DEFINISI

Dalam mendefinisikan lafazh "Jilbab" , kita mengambil rujukan dari Surah Al Ahzab 59 :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.

Dalam ayat di atas ada disebutkan "Min Jalabibihinna"

Jalabib itu bentuk jamak taksir dari lafazh "Jilbab".

Di sini kunci pertamanya.

Selanjutnya kita buka kitab2 tafsir tentang lafazh "jalabib" di al Ahzab 59 tersebut.

Dalam Kitab Tafsir Ibnu Abbas ra. hal.426,, Kitab Tafsir Ibnu Katsir, Juz.6, hal.425 dan 481,, Kitab Durul Mantsur, Juz.6, hal.659,, dan beberapa kitab lainnya, disebutkan :

قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَمَرَ اللَّهُ نِسَاءَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا خَرَجْنَ مِنْ بُيُوتِهِنَّ فِي حَاجَةٍ أَنْ يُغَطِّينَ وُجُوهَهُنَّ مِنْ فَوْقِ رُؤُوسِهِنَّ بِالْجَلَابِيبِ وَيُبْدِينَ عَيْنًا وَاحِدَةً

Telah berkata Ali bin Qatadah, dari Ibnu Abbas :

"Allah memerintahkan istri-istri mukmin jika keluar rumah karena suatu keperluan agar menutup wajah-wajah mereka dari atas kepala  dengan jilbab dan menampakkan satu mata."

Imam Ath Thabari rah.a. menjelaskan dalam kitab tafsirnya, pada halaman 426 :

ثم اختلف أهل التأويل في صفة الإدناء الذي أمرهن الله به فقال بعضهم: هو أن يغطين وجوههن ورءوسهن فلا يبدين منهن إلا عينا واحدة

Para ulama tafsir khilaf mengenai sifat menjulurkan jilbab yang diperintahkan Allah dalam ayat ini. Sebagian mereka mengatakan: yaitu dengan menutup wajah-wajah mereka dan kepala-kepala mereka, dan tidak ditampakkan apa-apa kecuali hanya satu mata saja.

Silakan buka kitab tafsir mana saja di ayat ini, pasti ada disebutkan pendapat ulama' tentang perintah menutup wajah wanita.

Kemudian kita bahas praktek shahabiyah dalam memakai jilbab, kita mengambil rujukan dari Surah An Nuur 31 :

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan  pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Ibnu Katsir rah.a. menafsirkan ayat ini menukil 2 hadits riwayat Ibnu Abi Hatim rah.a. yaitu

Hadits no.17785, dalam Kitab Tafsir Ibnu Abi Hatim al-Razi, Juz.10, hal.3154 :

أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الطِّهْرَانِيُّ فِيمَا كَتَبَ إلي حَدَّثَنَا عَبْد الرّزّاق أخبرنا مُعَمَّر، عن ابن خثيم، عن صفية بِنْت شَيْبَة، عن أم سَلَمَة قَالَتْ: لمّا نزلت هذه الآية يدنين عليهن من جلابيبهن خرج نساء الأنصار كأن على رؤوسهن الغربان من السكينة وعليهن أكسية سود يلبسنها

Kemudian selanjutnya pada no.17786, pada halaman yang sama :

حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ حَدَّثَنِي اللَّيْثُ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ قَالَ:
وَسَأَلْنَاهُ يَعْنِي الزُّهْرِيَّ هَلْ عَلَى الْوُلَيْدَةِ خِمَارٌ مُتَزَوِّجَةٌ أَوْ غَيْرُ مُتَزَوِّجَةٍ؟ قَالَ: عَلَيْهَا الْخِمَارُ إِنْ كَانَتْ مُتَزَوِّجَةً، وَتُنْهَى عَنِ الْجِلْبَابِ، لِأَنَّهُ يُكْرَهُ لَهُنَّ أَنْ يَتَشَبَّهْنَ بِالْحَرَائِرِ إِلا مُحَصَنَاتٍ: وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يا أيها النَّبِيُّ قُلْ لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءَ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ

Hadits yang semakna juga diriwayatkan dalam Kitab Sunan Abu Dawud, Juz.4, Hal.61 :

 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ ثَوْرٍ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ ابْنِ خُثَيْمٍ، عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، قَالَتْ: " لَمَّا نَزَلَتْ: {يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ}، خَرَجَ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ كَأَنَّ عَلَى رُءُوسِهِنَّ الْغِرْبَانَ مِنَ الأَكْسِيَةِ "

Begitu juga riwayat dalam Kitab Shahih Bukhari, Juz.6, Hal.109, No.4759 :

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ نَافِعٍ، عَنِ الحَسَنِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ: أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَانَتْ تَقُولُ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ: {وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ} [النور: 31] «أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا

Mahfum dari hadits-hadits di atas lebih kurang :

dari Shafiyah binti Syaibah yang mengatakan: “Tatkala kami berada disamping Aisyah yang menyebutkan keutamaan wanita suku Quraisy, lalu Aisyah berkata: Sesungguhnya kaum wanita suku Quraisy itu memiliki satu keutamaan . Dan, aku demi Allah tiada melihat yang lebih utama daripada wanita- wanita Anshar dan yang lebih membenarkan terhadap Kitabullah maupun keimanan terhadap Al- Qur’an. Tatkala diturunkan surat An-Nuur ayat 31, maka para lelaki mereka (kaum Anshar) langsung kembali pulang menuju mereka untuk membacakan apa yang baru saja diturunkan oleh Allah atas mereka , seorang laki-laki membacakan ayat tersebut kepada istrinya, putrinya, saudarinya serta kerabatnya. Tak seorang wanitapun dari mereka melainkan lantas bangkit untuk mengambil kain yang biasa dikenakan lalu digunakan untuk menutupi kepala (menjadikannya kerudung) dalam rangka membenarkan dan mengimani apa yang telah diturunkan Allah dari Kitab-Nya. Lalu pada pagi harinya dibelakang Rasulullah (menunaikan shalat shubuh) mereka mengenakan tutup kepala (kerudung) seakan-akan diatas kepala mereka itu terdapat burung gagak”

Dalam menjelaskan tata cara memakai jilbab tersebut Al Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rah.a. menerangkan dalam kitabnya Fathul Baari, yang merupakan syarah (Penjelasan) dari kitab Shahih Bukhari, yaitu pada Juz.8, hal.490, menjelaskan HR. Bukhari no.4759 yang tersebut di atas :

 قَوْلُهُ: فَاخْتَمَرْنَ، أَيْ غَطَّيْنَ وُجُوهَهُنَّ، وَصِفَةُ ذَلِكَ أَنْ تَضَعَ الْخِمَارَ عَلَى رَأْسِهَا وَتَرْمِيهِ مِنَ الْجَانِبِ الْأَيْمَنِ عَلَى الْعَاتِقِ الْأَيْسَرِ

Perkataan beliau (Imam Bukhari) ber-khimar dengannya, maksudnya adalah mereka menutup wajah-wajah mereka. Caranya yaitu dengan meletakkan khimar tersebut di atas kepala mereka lalu menjulurkan kainnya dari sisi kanan ke pundak yang kiri.


Saya kira sudah mencukupi keterangan-keterangan di atas.

Kemudian selanjutnya dapat kita ambil definisinya :

- Jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh badan kecuali mata/satu mata (Biasanya sebelah kiri).

- Khimar/Niqab/Purdah adalah pakaian luar yang menutupi kepala, wajah, leher, dan dada, yang hanya menampakkan mata saja.

- Cadar adalah kain penutup wajah, pelengkap bagi khimar yang tidak ada cadarnya. Khimar jenis ini biasanya dipakai oleh wanita amah (Budak) dan wanita yang lanjut usia.

Untuk definisi niqab dan cadar ini ada beberapa hadits yang menerangkannya sebagai dalilnya, tetapi dalam kesempatan ini akan terlalu panjang apabila dibahas semuanya.



2. MENUTUP AURAT SELURUH TUBUH KECUALI MATA MENURUT 4 MADZHAB


~ Madzhab Maliki

Madzhab Maliki berpendapat bahwa memakai cadar hukumnya tidak wajib, karena wajah bagi wanita adalah bukan merupakan aurat, namun untuk memakainya adalah sunah atau dianjurkan, dan bisa menjadi hukumnya wajib jika seseorang tidak mamakai cadar jika dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah sampai terjadi tindak yang kurang baik pada wanita tersebut.


~ Madzhab Syafi’i

Imam Syafi’i berpendapat bahwa wanita didepan lelaki ajnabi atau bukan mahram maka seluruh tubuhnya adalah aurat, maka memakai cadar adalah hukumnya wajib jika di depan lelaki ajnabi.


~ Madzhab HambalI

Berpendapat sama seperti Imam Syafi’i yaitu wajib, bahkan kuku dan kaos kakinya juga merupakan aurat bagi seorang wanita jika di depan lelaki ajnabi.


~ Madzhab Hanafi

Menyampaikan bahwa wajah wanita bukan merupakan sebuah aurat jika dilihat oleh siapa saja namun memakai cadar hukumnya sunah karena akan lebih terjaga dari fitnah.


3. PENGAMALAN

Kalau kita bermadzhab pada suatu madzhab maka sebaiknya konsisten dalam bermadzhab, tidak berbuat talfiq (pindah-pindah madzhab) sehingga kita terhindar dari bermudah-mudah dalam beragama.

Maka apabila madzhab kita madzhab Syafi'i, maka wanita kita diwajibkan menutup aurat secara sempurna dengan hanya menampakkan bagian mata saja.

Kecuali pada 3 hal : wanita budak, wanita lanjut usia, dan wanita yang berhaji ketika memakai pakaian ihrom.


Apabila kita belum mampu mengamalkan suatu perintah,, maka memperbanyak istighfar adalah solusinya. Amalkanlah amalan yang kita mampu mengamalkannya, kemudian tanamkan niat yang kuat / azzam serta berdo'a agar Allah mudahkan kita untuk mengamalkan agama dan menyempurnakannya.

Sebagaimana qoidah dalam ushul fiqih :

ما لا يدرك كله لا يترك كله

Jika tidak mampu mengerjakan secara keseluruhan maka tidak boleh meninggalkan semuanya

Semoga bermanfaat

والله اعلم با لصواب

والسلام عليكم ورحمةاللّه وبركاته

Tidak ada komentar:

Posting Komentar