Kamis, 11 Oktober 2018

JADIKAN ISTRIMU SEBAGAI PARTNER DALAM KERJA DAKWAH

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Wanita adalah merupakan bagian yang penting dalam kehidupan manusia. Jumlah wanita saat ini lebih banyak dari jumlah laki-laki, dan jumlah anak-anak lebih banyak daripada jumlah wanita saat ini.

Jika saat ini kita tidak buat usaha agama atas kaum wanita, maka kita akan kehilangan sebagian besar dari umat ini.

Suasana agama di rumah akan terbentuk apabila fikir wanita sudah berubah menjadi fikir agama. Begitu juga anak-anak kecil akan terdidik dengan agama asbab wanita di rumah yaitu ibunya.

Madrasah pertama bagi anak-anak ini ada di pangkuan ibunya. Jika wanita-wanita ini tidak  di didik agama, maka suasana agama tidak akan ada dalam rumah tersebut. Bahkan anak-anak kecilpun nanti akan jauh dari kehidupan agama.

Maka penting dari kaum wanita harus mempunyai kesadaran akan tanggung jawab agama, dan usaha atas agama. Karena itu para karkun lama hendaknya membentuk fikir istrinya untuk ikut ambil bagian dalam kerja ini. Sampai terbentuk dalam diri mereka bahwa suami saya ini adalah da’i Allah, pekerja agama, maka saya harus membantu dia dalam kerja ini.

Seorang da'i dapat bekerja dengan baik dalam amalan ini apdabila ditopang oleh istrinya. Oleh karena itu penting sekali membawa istri kita kepada fikir ke arah tersebut. Apabila fikir  wanita sudah terbentuk maka mereka akan mebuat pengorbanan yang besar dalam kerja dakwah. Apabila fikir agama istri tidak terbentuk maka mereka bisa menjadi penghalang terbesar suami dalam kerja dakwah.

Sudah menjadi fakta dan kenyataan hari ini banyak orang lama, orang kuat, yang terlempar dari usaha ini asbab dari fikir istrinya yang belum terbentuk. Tetapi kalau fikir sudah terbentuk dalam diri kaum wanita maka mereka akan memberikan pengorbanan yang besar dan ikut mendorong suaminya dalam kerja dakwah.
Oleh karena itulah dalam usaha dakwah ini bagaimana para wanita dapat di ikut sertakan dan dilibatkan dalam kerja dakwah.

Baginda Rasullullah Saw telah membawa para kaum pria dan wanita untuk terlibat dalam kerja dakwah. Keyakinan yang terbentuk dalam diri para sahabat RA, telah tertanam pula sama dalam diri para Sahabiyah R.ha. Sahabat memberikan pengorbanan begitu juga para sahabiyah, mereka memberikan pengorbanan yang sama seperti para sahabat RA. Jazbah dan semangat yang ada dalam diri para sahabat RA juga wujud dalam diri Sahabiyah R.ha.

Pada waktu itu terbentuk dalam fikir diri wanita bahwa saya hidup dan dilahirkan oleh Allah Swt untuk ikut berjuang bersama Rasullullah Saw. Bagaimana pengorbanan wanita di jaman dahulu ketika suaminya bergerak dijalan Allah, para istri menyibukkan dengan amalan-amalan di rumah. Kefakiran yang datang kedalam kehidupan para sahabiyah asbab suaminya pergi berjuang di jalan Allah, namun mereka tidak menunjukkan kefakirannya tersebut kepada orang-orang pada waktu itu, dan tidak membicarakannya kepada orang lain.

Para sahabat Nabi SAW memberikan pengorbanan dengan pergi ke tempat-tempat jauh, para istrinya, sahabiyah R.ha,  memilih sabar dan tegar, inilah pengorbanan para wanita pada waktu itu. Tidak ada satupun sahabiyah yang ditinggal suaminya fissabillillah, yang mengadukan keadaannya kepada Rasullullah Saw. Mereka sadar bahwa salah satu wujud perjuangan agama ini adalah dengan mendorong para suami untuk pergi berjuang di jalan Allah. Mereka mempunyai keyakinan bahwa mereka dilahirkan untuk membantu kerja agama para suami, sehingga dengan kesadaran mereka gunakan harta mereka untuk mempersiapkan suaminya berjuang di jalan Allah.

Para sahabiyah R.ha, menyadari dengan pengorbanan mereka untuk agama, maka Allah nanti akan memberikan balasan yang baik kepada mereka. Inilah asbab fikir yang sudah terbentuk dalam diri sahabiyah ketika itu, sehingga mereka bisa membuat pengorbanan yang seperti itu. Inilah sebabnya kerja atas wanita itu sangat penting, namun harus dibawa dengan hati-hati dalam pelaksanaannya.

Hadratji Innamul Hasan rah.a katakan :
“Kerja atas wanita ini sangat penting, penting untuk di ikutkan dalam kerja ini, namun harus dibawa dengan sangat hati-hati dalam pelaksanaannya. Harus ada tertib-tertib khusus sebagai batasan dan ushul dalam membuat kerja atas wanita sebagaimana kerja para rijal (laki-laki) untuk menjaga daripada prinsip kehati-hatian tadi.”

Kita harus berjalan dalam kerja atas wanita ini dengan tertib yang benar agar bisa mendatangkan manfaat. Maka untuk perkara ini para karkun harus sering merujuk ke Nizamuddin, datang lagi bertemu dengan para masyeikh, untuk mendapatkan arahan yang betul atas kerja masturoh ini

Dalam catatan sejarah dakwah, kalangan perempuan malah lebih mudah mendapatkan hidayah. Ini terbukti pada zaman Nabi Saw, banyak pertentangan dari laki-laki, yang juga dari anggota keluarganya. Abu jahal, Abu Lahab dan beberapa orang laki-laki, malah banyak memusuhi Nabi. Sebaliknya, dari kalangan perempuan, dari bibi-bibi Nabi, malah banyak yang langsung mengikuti hidayah

Ketika Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu masuk Islam, ia langsung ajak kedua orang tuanya. Ibunya langsung mau. Alasannya, waktu itu budaya jahiliyah suka mengubur anak perempuan. Ibunda juga hendak dikubur. Tapi Allah tolong. Kalaulah waktu itu sudah terkubur dalam tanah, maka tidak melahirkan anak hebat sekelas Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu. Jadi ibunda Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu merasa, pancaran cahaya Islam, adalah pembebasan bagi perempuan yang tradisi menganggap perempuan adalah barang dagangan. Biasa dijual. Biasa dipamerkan auratnya, hanya karena ingin dirayu laki-laki di jalan. Biasa dikubur hidup-hidup karena dianggap pembawa petaka bagi kehormatan kabilah. Dan kebiasaan buruk lainnya. Ibunda Zaid radhiallahu ‘anhu pilih memeluk Islam, sedangkan ayah Zaid radhiallahu ‘anhu, masih banyak pikir-pikir dahulu.

Ibunda Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu bukan orang pertama, dari kalangan perempuan. Yang pertama, adalah Sayyidah Khadijah radhiallahu ‘anha. Saking hebatnya, Sayyidah Khadijah radhiallahu ‘anha langsung dukung semua upaya Nabi. Dakwah Nabi semakin pesat, karena semua harta, jiwa raga, diserahkan istrinya secara ikhlas, untuk perjuangan dakwah Nabi kita.

Inilah hebatnya jika perempuan dalam dakwah, dukungannya benar-benar nyata bagi rijal. Ahbab rijal yang istrinya sudah kenal dakwah, jika malas-malasan keluar, kaum masturah malah mengusirnya dari rumah, agar rijalnya mau berangkat. Begitu juga, perkataan Sayyidah Khadijah radhiallahu ‘anha yang terkenal itu. "Wahai suamiku, jika aku meninggal terlebih dahulu, galilah tulang-belulangku dan jadikan perahu. Supaya bisa Engkau berdakwah seberangi lautan, dari perahu yang terbuat dari tulangku ini." Ulama lain, katakan, "jika tulangku bisa kamu jual, maka jual saja untuk biaya dakwah".. Subhanallah…

Allah Swt, muliakan wanita dengan Surat An-Nisa. Allah Swt juga muliakan kesabaran seorang wanita, dan mensucikannya, dengan menyebut nama Maryam binti Imran. Kalau nama kita, disebut-sebut orang terkenal, maka begitu bangganya. Begitu juga dengan Maryam binti Imran. Allah sendiri yang sebutkan namanya. Agar menjadi contoh bagi seluruh perempuan yang ada di jagat semesta ini.

Allah memang pilih, keluarga Imran sebagai generasi unggul. Seperti dalam Qur'an Surat Ali Imran ayat 22. Allah menyebut beberapa orang, sebagai generasi unggul. Generasi terbaik, dari yang lain. Keturunan ; Adam alaihissalam, Nuh alaihissalam, Ibrahim alaihissalam, dan termasuk keluarga Imran. Istrinya Imran, orang yang sangat shalihah. Ia menginginkan adanya anak keturunan, agar bisa khidmad untuk perjuangan agama. Allah terima niat baiknya. Hingga ia melahirkan anak perempuan, yang Allah berikan nama "Maryam." Jadi, Allah sendiri yang berikan nama. Dan Allah tentukan pengasuhnya, yakni Zakaria 'alaihissalam.

Begitu hebatnya, keyakinan yang dibangun oleh perempuan yang dinamakan Maryam itu. Ketika ditanyakan oleh Zakaria 'alaihissalam, sebagai pengasuh, dari mana rezeki ini? Maryam kecil menjawab,"ini dari Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa pun, tanpa hisab." Maksudnya, tanpa pandang bulu, siapa pun diberikan, sesuai dengan kemauan Allah.

Dahulu ada kisah seorang perempuan yang sederhana. Ia bukan kalangan bangsawan, bukan kalangan yang dihormati kabilah-kabilah Arab. Gadis ini, gadis lugu. Tapi karena keimanan dan keyakinan pada Allah, sudah benar, sudah meresap dalam hati, maka sikapnya juga menjadi baik.

Seorang gadis miskin, di tengah malam mendebat ibunya, “Jangan. Wahai ibunda… Khalifah Umar mungkin tidak tahu, tapi Allah Swt selalu melihat kecurangan kita.” Siapa sangka Umar bin Khattab radhiallahu‘anhu ternyata ada di depan rumah itu, mendengarkan percakapan mereka berdua. Kejujuran gadis itu membuat khalifah terharu. Sambil kembali pulang ke rumah, tidak henti-hentinya air mata Umar membasahi jalan-jalan malamnya.

Esok harinya, ia meminta Ashim radhiallahu ‘anhu, putra Umar radhiallahu ‘anhu untuk melamar gadis itu. Ashim radhiallahu ‘anhu putra khalifah yakin dengan apa yang didengar dari suara hati ayahnya. Ia percaya dengan gadis jujur penjual susu yang enggan mencampur susu dengan air gula, akan selalu membawa kebaikan dari pilihan ayah tercintanya.

Dari hasil pernikahan mereka berdua, Allah Swt memberi seorang anak perempuan yang mereka namakan Laila. Cucu perempuan khalifah ini, orang banyak memanggilnya dengan sebutan Ummu Ashim. Laila tumbuh sebagai gadis yang mewarisi kebaikan ibunya. Ia dilamar oleh Abdul Aziz bin Marwan. Mereka pindah ke Mesir, karena bertugas di sana. Abdul Aziz bin Marwan menjadi gubernur Mesir semasa pemerintahan Bani Umayyah.

Darah biru belum terhenti di sana. Allah Swt memberikan seorang putra dari keberkahan mereka berdua yang dinamakan Umar. Dia lah Umar bin Abdul Aziz rahmatullah 'alaihi. Seorang Anak gubernur yang mewarisi jiwa kepemimpinan leluhurnya. Di usia 30-an, Umar bin Abdul Aziz rahmatullah 'alaihi menjadi gubernur berbagai wilayah. Kufah, Mekkah, Madinah, Hijaz sekaligus Thaif dan sekitarnya.

Jadi, hanya karena gadis jujur tadi. Allah suka sikapnya, Allah balas kebaikan, hingga dilamar putra khalifat Umar radhiallahu 'anhu. Juga punya keturunan menjadi khalifah Umar bin Aziz rahmatullah 'alahi. Perempuan yang sederhana, mirip dengan istri dari Imran tadi. Walau nama jelasnya tidak disebut, tapi amal baiknya abadi dalam Qur'an. Dibaca seluruh umat manusia, hingga hari kiamat.

Sekali lagi, jika kita niat, semata-mata karena Allah. Akan ada keberkahan. Nantinya, dari niat kita yang diterima, bukan hanya untuk kita saja. Keberkahan akan berbuah manis hingga anak-cucu kita nanti, hingga beberapa generasi. Bahkan ke seluruh alam. Amiienn…Amieenn Ya Rabbal 'Alamiinn…

Selain niat untuk semata-mata islah diri, yang kedua adalah niat untuk mendukung suami dan anak dalam dakwah. Karena kalau suami semangat, sekalipun istrinya tidak ikut berangkat,  istrinya akan tetap mendapat pahala. Keberkahan akan merata di dalam rumah. Anak-anak lebih mudah menjadi soleh-solehah. Ini berkat dari pengorbanan seorang perempuan karena ketabahan dan kesabarannya.

Para Nabi yang istrinya mendukung dakwah, maka dakwahnya akan lebih sukses. Selain Baginda Nabi Saw, misalnya istri Nabi Ibrahim 'alaihissalam, dan Istri Nabi Musa 'alaihissalam. Mereka lebih sukses dari yang lain. Begitu juga dengan Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu wa karramallahu wajhahu. Kesuksesan beliau, karena peran baik langsung, atau tidak langsung, dari istrinya. Fatimah radhiallahu 'anha.

Fatimah radhiallahu 'anha menjadi penghulu perempuan di surga. Hadis riwayat Tirmidzi dari Ummu salamah, Istri Nabi saw, berkata yang singkatnya "Surga bagi perempuan tidak boleh dimasuki, sebelum langkah kaki Maryam binti Imran dan Fatimah radhiallahu 'anha ada di tempat itu. Beliau bisa menjadi sebegitu hebat, bukan karena nepotisme Nabi. Bukan karena ayahnya Rasulallah, sehingga anaknya otomatis bisa punya derajat begitu tinggi. Penghargaan ini, karena upaya Fatimah radhiallahu 'anha sendiri.

Putri Nabi ini, juga putri Raja Yastrib. Raja di Madinah. Tapi beliau, tidak dibela Nabi, kalau Fatimah radhiallahu 'anha berbuat salah. Nabi katakan, "law anna fatimata binti muhammadan saraqot, la qhoto'tu yadaha."  (seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, maka aku—ucap Rasul—sendiri yang memotong tangan anak perempuannya).

Manakala Nabi akan menghembuskan ajal, Fatimah radhiallahu 'anha ada di rumah itu. Nabi katakan, bukakan pintu, ada yang mengetuknya. Putri Nabi ini membuka pintu, namun tak ada orang. Kata Baginda Rasul, tamunya sudah di dalam sini semua. Fatimah radhiallahu 'anha terkejut.
Lalu, orang yang mulia itu, Rasulallah Saw, mengisyaratkan kalau ini waktunya. Penghulu perempuan surga itu menangis. Ia teringat kata-kata yang ayahnya bisikkan, saat Fathu Makkah. Kalau Baginda Rasul, ayahnya itu, sebentar lagi akan meninggal. Perasaan yang sama. Bisikan yang sama, saat ini didengar Putri Nabi tercinta. Sambil sesenggukan, wanita itu berusaha memadamkan geloranya. Kata Rasulallah pada putrinya, yang intinya beliau katakan "Wahai Fatimah… tiap maut ada sekaratnya." Belum berhenti air mata Fatimah, perempuan salehah itu terus menangis. Tapi Baginda Nabi khawatir dengan umatnya. Lalu masalah perempuan. Maksudnya hak-hak perempuan harus dijaga. Dilindungi. Lalu, masalah pentingnya shalat. Fatimah radhiallahu 'anha, dan Para Malaikat berkabung. Seluruh alam semesta turut menangis.

Rasa sakit itu kian memuncak. Sekujur tubuh Nabi menggigil. Wajah beliau semakin memucat, urat-uratnya menegang. Dalam keadaan sakit tak tertahankan itu beliau berdoa, “Ya Allah, alangkah sakitnya! Ya Allah, timpakanlah sakitnya maut ini hanya kepadaku, jangan kepada umatku.”

Cintanya beliau pada umat ini. Kepada kita. Ummat Muhammad Shallahu 'alaihi wa sallam. Begitu besar. Hingga ia memohon, agar tiada satu pun dari umatnya tidak merasakan sakitnya sakaratul maut. Cukup dirinya saja. Adakah di antara, yang begitu mencintai Rasulallah, hingga menjelang ajal juga masih memikirkan Baginda Rasul, sebagaimana Baginda Rasul yang selalu memikirkan umatnya dalam keadaan begitu.

Mendengar tangis putri kesayangannya itu masih belum berhenti, Rasulullah SAW sempat mengisyaratkan agar Putrinya mendekat. Perempuan sholehah itu, akhirnya menempelkan telinga ke wajah ayahnya.  “Bersabarlah anakku sayang. Tidak ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini…”  Nabi SAW berusaha menghibur putrinya lagi. "Setelahku.. engkau yang menyusulku terlebih dahulu." Seketika itu juga, Fatimah  gembira. Ia tersenyum lebar. Dari bibir ayahnya sendiri, Fatimah dikabarkan juga akan segera meninggal dunia. Menyusul kepergian Nabi Saw

Alangkah mulianya amalan perempuan ini. Dikabarkan akan meninggal, justru sangat senang. Karena bisa yang pertama menyusul. Sangat berbeda jauh dengan perempuan-perempuan kita, yang sangat benci kematian. Juga membenci kemiskinan. Pangkat, yang akan disandang, sebagai perempuan penghulu surga, terbersit dalam hasratnya. Dan wanita shalehah itu, istri Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu lupa diri dalam senyumnya. Ia lupa sesaat kalau ayahnya, suri tauladannya, masih terbaring di depan mata. Sudah tak bernyawa lagi.

Benarlah apa yang dikatakan Rasul. Fatimah yang akan menyusul, lalu Sayyidah Zainab binti Jahsy, istri rasul yang panjang tangan, rajin sedekah, menjadi orang-orang yang meninggal setelah kepergian Baginda Nabi.

Fatimah meninggal dunia di usia 28 tahun, 6 bulan setelah kematian Nabi saw. Merasa ajalnya sudah dekat, Fatimah radhiallahu 'anha membersihkan dirinya, memakai pakaian yang terbaik, memakai wewangian, dan berwasiat kepada Iparnya, Asma bin Abi Thalib radhiallahu 'anha : “hanya suamiku, yang boleh menyentuh tubuhku.” Mengenai kematian putri kesayangan Nabi ini, banyak sekali tertulis kisah-kisah yang menyedihkan. Fatimah radhiallahu 'anha memang wafat di usianya yang masih sangat muda. Terlepas dari cerita penganiayaan itu, ada cerita menarik menjelang wafatnya Fatimah radhiallahu 'anha. Sebelum membersihkan diri dan bersiap menghadap Allah swt, ketika Fatimah radhiallahu 'anha merasa ajalnya sudah dekat, dia memandikan dua putra nya (Hasan dan Husein radhiallahu 'anhuma) dan menyuruhnya pergi ke masjid. Menyusul Ayah mereka untuk sholat. Setelah pulang dari masjid 'Asma menemani dua putra Fatimah radhiallahu 'anha itu makan, dan bertanyalah mereka kepada 'Asma binti Abi Thalib rahdiallahu 'anhuma. “dimana ibu kami? Belum pernah kami makan tanpa ditemani ibu kami”. Fatimah radhiallahu 'anha meninggal dengan keadaan sujud menghadap kiblat. Anak-anak Fatimah menyaksikan ibunya dalam keadaan demikian mulia.

Hidup berumah tangga adalah anugerah Allah Subhanahu Wata’alayang diberikan kepada hamba-Nya setelah nikmat Islam dan iman. Cinta dan kasih sayang serta ketentraman hidup berumahtangga adalah dambaan idaman bagi setiap pasangan suami istri.
Diantara pilar terpenting bagi kebahagiaan hidup berumah tangga adalah seorang istri. Yaitu bila ia sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam;
ِإِنَّمَا الدُّنْياَ مَتَاعٌ، وَلَيْسَ مِنْ مَتَاعِ الدُّنْيَا شَيْءٌ أَفْضَلُ مِنَ الْمَرْأَةِ الصَّالِحَة
 “Hanyalah dunia ini semata kesenangan. Dan tidak ada kesenangan dunia yang lebih utama daripada seorang istri yang sholihah.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam suatu riwayat, Nabi Dawud alaihissalam pernah berkata; seorang istri yang jelek akhlak dan agamanya,  maka bagi suaminya ia bagaikan beban berat yang dipikul oleh seorang lelaki tua renta. Sedangkan seorang istri yang sholihah ia ibarat mahkota yang terbuat dari emas yang menyenangkan bila dipandang mata.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, diceritakan oleh sahabat Hushain bin Mihshan bahwa bibinya pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk suatu keperluan. Setelah urusannya selesai, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bertanya kepadanya: “Apakah kamu mempunyai suami?” ia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi: “Bagaimanakah sikapmu terhadapnya?” ia menjawab, “Saya tidak pernah mengabaikannya, kecuali terhadap sesuatu yang memang aku tidak sanggup.” Beliau bersabda:
فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
“Perhatikanlah posisimu terhadapnya. Sesungguhnya yang menentukan surga dan nerakamu terdapat pada (sikapmu terhadap) suamimu.” (HR. Ahmad: 18233)

Dalam hadits yang mulia diatas ditegaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallamtentang sangat agungnya kedudukan suami dihadapan istrinya. Bahwa suami adalah Surga atau neraka istrinya. Artinya bila seorang istri berbakti kepada suaminya maka Surga Allah akan selalu menantinya. Sebaliknya bila seorang istri durhaka kepada suaminya, maka nerakalah ancamannya. Maka sangat mudah bagi seorang wanita untuk mendapat surga dan juga sangat mudah pula bagi seorang wanita untuk mendapat neraka.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda;
لإِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila seorang istri melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan ta’at kepada suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya; ‘Masuklah kamu ke dalam syurga dari pintu mana saja yang kamu inginkan’.”
Begitu agungnya hak seorang suami yang ada pada istrinya, sehingga Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda;
لَوْ أَمَرْتُ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا وَلَوْ أَنَّ رَجُلًا أَمَرَ امْرَأَتَهُ أَنْ تَنْقُلَ مِنْ جَبَلٍ أَحْمَرَ إِلَى جَبَلٍ أَسْوَدَ وَمِنْ جَبَلٍ أَسْوَدَ إِلَى جَبَلٍ أَحْمَرَ لَكَانَ نَوْلُهَا أَنْ تَفْعَلَ
“Sekiranya aku boleh memerintahkan seseorang sujud kepada orang lain, maka akan aku perintahkan seorang isteri sujud kepada suaminya. Sekiranya seorang suami memerintahkan isterinya untuk pindah dari gunung ahmar menuju gunjung aswad, atau dari gunung aswad menuju gunung ahmar, maka ia wajib untuk melakukannya.” (HR. Ibnu Majah)

Wallahu a'lamu bish-shawab
Wassalamu 'alaikum wr wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar